Direktur Eksekutfi IMF Christine Lagarde
telah bertemu dengan SBY pada hari Rabu tanggal 11 Juli 2012 dalam rangka
mengkonfirmasi peminjaman IMF kepada Pemerintah Indonesia sebesar USD 1miliar seperti
yang telah disebutkan Presiden SBY pada pertemuan G-20 bulan lalu di Meksiko.
Pinjaman ini menurut pemerintah merupakan bentuk solidaritas penyelamatan perekonomian
dunia. Cara yang akan ditempuh adalah melalui peminjaman secara Bilateral
antara Pemerintah RI dan IMF atau melalui pembelian obligasi IMF.
Kita harus menolak rencana tersebut,
kenapa? Karena begitu banyak dosa-dosa IMF kepada negara ini. Antara lain:
1. Dalam menghadapi krisis ekonomi tahun
1997, negara ini telah meminta bantuan IMF melalui penandatanganan letter of intent (LoI) pada tanggal 30 Oktober 1997.
Kesepakatan yang terjadi antara lain, Restrukturisasi perbankan,
restrukturisasi perekonomian, pengetatan likuiditas serta kenaikan suku bunga
dan rencana penutupan sejumlah bank nasional. Dengan ditandatanganinya LoI, IMF
menjanjikan bantuan sebesar USD 43 miliar yang dikucurkan secara bertahap
sesuai dengan progress butir-butir LoI. Kucuran dana tahap 1 sebesar USD 3
miliar dicairkan pada November 1997. Pada kucuran tahap berikutnya, janji IMF
tidak terlaksana dengan alasan prasyarat yang tak terpenuhi. Prasyarat IMF
sangat banyak dan terus berkembang dan sebagian agenda merupakan kepentingn IMF
yang sama sekali tidak relevan dengan pemulihan ekonomi Indonesia. IMF juga
memiliki akses ke semua lembaga negara sehingga tidak ada lagi kerahasiaan
informasi negara.
2. Setelah 5 tahun, agenda IMF justru
membuat ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Antara lain obral aset-aset BPPN,
privatisasi BUMN, pemberian rekapitalisasi perbankan dan penerbitan status
release and discharge kepada pelaku pidana BLBI. IMF juga telah menjual
50% saham BCA seharga Rp 5 triliun, padahal BCA masih mempunyai obligasi rekap
sebesar Rp 60 triliun. Padahal sebelumnya IMF berjanji bahwa saham-saham bank
rekap termasuk BCA, hanya akan dijual jika obligasi rekap telah ditarik. Banyak
program IMF yang lain yang hanya merugikan pemerintah Indonesia ratusan hingga
ribuan triliun rupiah. Kerugian ini masih terus ditanggung rakyat melalui utang
negara yang telah mencapai lebih dari Rp 1.900 triliun.
3. Pada Frankfurt Agreement Juni 1998, RI
dipaksa segera menyelesaikan tunggakan financial kepada bank-bank asing. Dana
kucuran dari IMF justru harus segera digunakan untuk membayar tagihan bank-bank
asing dibandingkan digunakan untuk pemulihan ekonomi domestik. Lembaga keuangan
asing tersebut bukannya ikut menanggung resiko krisis, tapi justru diselamatka
terlebih dahulu. Dengan kebijaksanaan ini, pemerintah Indonesia mengambil alih
tanggung jawab utang swasta dan mengkonversikannya menjadi utang negara.
Jadi apakah pendapatan perkapita rakyat
Indonesia yang hanya USD 3.508 harus ikut membantu mengatasi krisis yang
terjadi di sebagian negara-negara Eropa yang notabene pendapatan perkapitanya
lebih besar dari kita, seperti Yunani USD 24.197, Spanyol USD 30.500 atau
Irlandia USD 37.700? Apakah penduduk miskin yang makin meningkat di Eropa lebih
penting dibantu dibandingkan penduduk miskin di negara sendiri?
Komentar