Hukum di mata Mahfud MD

 Sudah lama saya ingin menulis tokoh yang lagi banyak menjadi perbincangan di media dan di masyarakat, yaitu ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD. Waktu itu saya masih mengumpulkan referensi tentang beliau, dan ternyata saya menemukan sangat banyak tulisan mengenai beliau hingga membuat saya bingung topik apa yang akan saya angkat. Tapi saya akan mencoba menulis gebrakan-gebrakan bernyali yang dilakukan beliau untuk memerangi korupsi, pendapatnya mengenai hukum di negeri ini, dan keinginannya menjadikan bangsa ini dipenuhi oleh orang-orang yang "bersih dan berani".

Mahfud MD lebih dari sekedar pendobrak. Hukum, bagi beliau bukan melulu soal norma dan prosedur, tapi jauh lebih dalam, hukum adalah cara untuk menciptakan keadilan substansif yang merujuk pada tujuan-tujuan sosial , kebajikan, serta moralitas. Ada banyak perubahan yang terjadi ketika beliau mulai memimpin MK, lembaga ini menjadi cair, terbuka, dan lebih dekat dengan masyarakat. Doktor Ilmu Hukum Tata Negara dari UGM ini menyebutkan bahwa lembaga negara harus menjadi lembaga yang dimilliki oleh masyarakat. Dalam menegakkan hukum dan menyelenggarakan negara dengan baik para abdi negara harus meninggalkan kotak kebekuan. Beliau berusaha keluar dari kotak itu, sehingga lahirlah banyak gebrakan yang mengagetkan publik.

Masih jelas teringat dalam jumpa pers bersama Presiden SBY di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, pada tanggal 20 Mei 2011, beliau membeberkan pertemuan Nazaruddin dengan Sekjen MK Janedjri M Gaffar yang berakhir dengan pemberian uang sebesar 120 ribu Dollar Singapura. Ini adalah awal dari rentetan peristiwa yang banyak melibatkan nama beliau. Kemudian ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD melaporkan nazaruddin ke KPK Selasa (24/5). Kemudian berlanjut dengan dugaan surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pileg Dapil Sulawesi Selatan I yang hampir saja meloloskan anggota Partai Hati Nurani Rakyat, Dewi Yasin Limpo, sebagai anggota DPR 2009-2014. Kita juga bisa mundur ke peristiwa yang lalu ketika beliau memutuskan hukuman mati untuk Amrozi. Kemudian putusan suara terbanyak pemilu 2009, yang menjadi geger. Peristiwa pilkada Jatim. Pemilu hitungan kedua yang mengakibatkan MK ribut dengan MA. Berlanjut dengan Anggodo, peristiwa suap yang melibatkan dua petinggi KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Pilkada Kotawaringin Barat, dan masih banyak peristiwa lainnya yang tidak mungkin saya bahas semua disini.

Semua peristiwa ini terjadi karena tidak kokohnya hukum dalam melindungi ketidakadilan, bagaimana pendapat mantan Mentri Pertahanaan dan Keamanan di era Presiden Gusdur ini tentang hukum? "Hukum Indonesia harus bertujuan dan menjamin integrasi bangsa secara teritorial maupun ideologis. Hukum juga harus mampu membangun keadilan sosial, serta toleransi beragama dan berkeadaban sehingga hukum tidak boleh mengistimewakan  atau mendiskriminasi kelompok tertentu berdasarkan besar atau kecil. Selama ini pembangunan hukum kita cenderung pada penegakan formal yang prosedural (procedural justice). Artinya cenderung melaksanakan perintah UU yang tertuang pada pasal-pasal. Inilah yang sering digunakan para penegak hukum kita, apakah itu oknum kepolisian, kejaksaan,  hakim untuk mempermainkan keadilan. Hukum yang hanya berdasarkan pada bunyi pasal-pasal, mudah untuk dipermainkan. Sebaiknya hukum itu pelaksanaannya harus menuju pada hukum substantif (substantif justice). Artinya hakim tidak boleh terbelenggu atau terikat harga mati bunyi pasal-pasal. Dia harus mencari rasa keadilan, sebab hukum itu sebenarnya untuk menegakkan rasa keadilan."

"Seorang pemimpin harus menjadi contoh," kata mahfud MD yang pernah menjadi guru besar tercepat dalam usia muda. "Jika ingin membangun institusi yang  bersih, dia sendiri harus bersih. Jika orang dengan banyak masalah, tidak akan berani melakukan sesuatu, karena disandera oleh nodanya sendiri. Sebab itu seseorang yang akan masuk sebuah institusi itu harus bersih. Lalu harus punya keberanian,  karena bersih dan berani itu hal yang kumulatif bagi seorang pemimpin di Indonesia. Itu yang sangat dibutuhkan negara saat ini. Negara Indonesia membutuhkan pemimpin yang bersih dan berani menegakkan proses penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran."
 
Pak Mahfud yang nama lengkapnya Mohammad Mahfud dilahirkan pada 13 Mei 1957 di Omben, Sampang Madura, tumbuh dan dibesarkan dari budaya pesantren yang kental. Sebenarnya sampai lulus SD beliau belum menggunakan inisial MD, tapi inisial ini sudah sangat melekat pada diri beliau. Dia mengagumi sikap-sikap warga NU yang selalu menyelesaikan masalah dengan cara kekeluargaan. Karena itulah, dia lebih suka disebut lulusan "Airlanggar", merujuk pada air yang berada dilanggar-langgar  (musala) pesantren. Beranjak dewasa di Yogyakarta Mahfud MD bergaul dengan pembesar-pembesar Muhammadyah, seperti Amien Rais dan Syafii Maarif. Pencipta buku Gusdur; Islam, Politik, dan Kebangsaan ini tak ragu menyebut tokoh-tokoh itu mewarnai pemikirannya. "Saya ingin pinter seperti orang Muhammadiyah, tapi ingin berhati lembut seperti orang NU."

Komentar